perawan hutan menjelagalah di beranda
wangikan tingkap kayu berlumut
menjelma anyir perahu
di hulu sungai yang risau
letih memunguti serpih dedaunan
seperti serindit merangkai sarang
di batang sialang kering tak bercabang
seharian mengitari pagi dan petang
lihatlah, pancang tua patahkan kemudi
biduk lapuk memaki masa depan
tersuruk di turap berkarat
sebab deru tongkang terus menerjang
di celah ombak yang meruncing
karena kerumunan ikan merindukan ibu
sambil mengasah pisau
sampai berkilau di akar enau
ingin lahir dari ibu segala ibu
berhutan dan berahim sembilu
yang kini tak lagi hijau
ditetak perompak di hulu
perawan hutan menangislah
sampai air mata basahi tubuhmu
yang dihuni ikan-ikan
membatu karena limbah
o, akulah sungai kau muara
kucumbu di riak sajak
keruh menemani setiap kata
yang belum sempat terucap
saat angin menggarami petang
yang tersangkut tiang jembatan
rumah-rumah panggung
anak-anak membusung
karena lapar, ladang terbakar
tanah apak nasib terkapak
di rerimbun matamu
bersalju debu
dengarlah pekik siamang
lintang pukang
ketika aroma rimba tergadai
mesin-mesin industri
di tepi sungai siak
aku kembali bersajak
perawan hutan menepilah
sebelum rahimmu terbelah
kau lumut aku lumpur
bertemu di musim kemarau
anak kita getah
menangis di semak bakau
musim hujan tenggelamkan kampung
terkurung sejak pagi
serupa katak dalam tempurung
berhari-hari
kau sampan aku ikan
terjebak di semak paku
kita pun berdekapan
serupa karang dan air pasang
tiba di laut kita kesepian
tak ada lagi riuh tetabuhan
di sisi pelantar pelabuhan
tempat merayakan impian
pulanglah perawan hutan
di rumah kayumu yang melapuk
karena akulah lumut
di rambutmu yang gambut
Pekanbaru, 2007
Written at 1/17/2008 09:03:00 AM by badri.