1/06/2010

Riwayat Cinta dalam Secangkir Moka

Cerpen M Badri
Sudah sangat lama aku tidak menulis cerita tentang cinta. Maka ketika kau mengajakku berdiskusi persoalan purba itu, aku pun terpaksa membolak-balik riwayat yang terlanjur kubenamkan di palung labirin. Tapi tak apalah. Di usia kepala tujuh, aku masih mengingat banyak cerita yang bisa kubagikan kepadamu. Barangkali kita bisa saling berbagi cerita. Tentang cinta, atau apa saja yang ada dalam kepala indahmu.

Sebagai mahasiswi jurusan sastra yang terobsesi meneliti sastra lama, aku tak heran kalau kau suka berbagi cerita dengan lelaki tua sepertiku. Begitulah, tiba-tiba kau semakin akrab denganku. Hanya karena aku sangat hafal rahasia si Marquez yang terjebak sunyi selama 100 tahun. Atau kisah seppuku Mishima, si penulis eksentrik dari Negeri Sakura.
***

“Kamu tahu banyak hal, pak tua,” kata gadis nyentrik itu, sambil mengapit tas lusuh berbahan bekas pembungkus tepung terigu cap segi tiga biru.

“Aku bekas pencerita,” jawab lelaki tua itu dingin. Sesekali ia menyeruput moka dari cangkir porselen. Di sudut kafe bambu miliknya, di simpang tiga pinggiran kota.

Hampir setiap sore gadis itu menemuinya. Sekadar berbagi cerita atau berdiskusi tentang perkembangan penelitian sastra lamanya. Sebuah netbook mungil dikeluarkan dari tas. Di dalamnya ada ribuan file sastra klasik, mulai karya Raja Ali Haji, Soeman HS, Hamka, Sutan Takdir Alisjahbana, hingga pengembara macam Karl May dan Hemingway. Roman Siti Nurbaya versi e-book juga terselip di salah satu foldernya.